Oleh : Bintar Mupiza
Hubungan antara Australia dan Indonesia akhir-akhir ini mulai tidak
stabil. Hal itu dikarenakan sikap Indonesia yang menolak untuk memberi
pengampunan terhadap dua warga negara Australia yang terancam hukuman mati di
Indonesia. Dua warga negara Australia tersebut adalah Andrew Chan dan Myuran
Sukumaran. Mereka berdua merupakan anggota jaringan Bali Nine, sebuah kelompok
kriminal yang berusaha menyelundupkan Narkoba dari Indonesia menuju Australia.
Jaringan Bali Nine
ditangkap pada 17 April 2005 di Provinsi Bali. Kemudian Pada 13 Februari 2006,
Pengadilan Negeri Denpasar Bali memvonis keduanya dengan hukuman mati. Namun
tidak serta merta kedua anggota Bali Nine menerima putusan hakim Pengadilan
Negeri Denpasar Bali. Pada tanggal 26 April 2006, keduanya mengajukan banding
Mahkamah Agung tetapi vonis yang dijatuhkan masih sama dengan keputusan
sebelumnya.
Segala cara hukum sudah
ditempuh oleh pihak kuasa hukum duo Bali Nine untuk mengagalkan vonis
pengadilan, dengan upaya terakhir yaitu mengajukan grasi ke Presiden Jokowi.
Namun lagi-lagi upaya ini tidak membuahkan hasil bagi pembebasan keduanya dari
hukuman mati. Langkah selanjutnya yang
ditempuh untuk membebaskan dua anggota Bali Nine ini ialah dengan diplomasi
antara dua negara, yaitu antar negara asal Bali Nine Australia dan negara
dimana Dua Bali Nine akan dieksekusi, Indonesia.
Pemerintah Australia dibawah kepemimpinan Perdana Menteri
Tony Abott melakukan berbagai cara untuk berdiplomasi dengan Indonesia guna
membebaskan Dua anggota Bali Nine. Langkah pertama yang dilakukan Australia
adalah pendekatan antar kepala negara. Dalam upaya pembebasan dua warga
negaranya, Perdana Menteri Tony Abott menelpon secara langsung kepada Presiden
Jokowi untuk meminta agar Indonesia mengampuni dua warga negaranya. Hal itu
diikuti oleh Menlu Australia, Julia Bishop yang juga menelpon menteri luar
negeri Indonesia, Retno Marsudi. Namun upaya ini gagal karena Jokowi secara
tegas menolak pengampunan terhadap keduanya.
Langkah kedua, Australia mengancam akan memboikot salah
satu tempat wisata terindah di Indonesia yaitu Bali. Bahkan pemerintah
Australia sudah menkampanyekan boikot terhadap Bali di Media Sosial Twitter jika
Indonesia tidak mengampuni kedua terpidana. Tetapi hal ini tidak berhasil,
karena mayoritas rakyat Australia tidak ingin bergabung dalam boikot terhadap Bali. Setelah gagal
menggunakan jurus Boikot Bali.
Kemudian pemerintah Austarlia menggunakan Langkah ketiga
yaitu Meminta bantuan kepada PBB untuk menyerukan supaya pemerintah Indonesia
menghentikan hukuman mati dan memberikan pengampunan dan hal ini disampaikan
Sekjen PBB, Ban Ki-moon , dimana dia menghimbau agar pemerintah Indonesia
menghentikan pelaksanaan hukuman mati. Namun Indonesia membalas himbauan Sekjen
PBB ini bahwa Indonesia tidak akan menghentikan hukuman mati. Karena hal
tersebut merupakan wilayah kedaulatan hukum di Indonesia, dan Indonesia juga
berasalan bahwa hukuman mati masih diterapkan beberapa negara di dunia termasuk
Amerika Serikat. Dengan alasan ini, Indonesia bersikeras bahwa tetap akan
melaksanakan hukuman mati.
Setelah langkah Australia yang mengancam tidak dapat
meluluhkan hukum di Indonesia, Pemerintah Australia menggunakan Langkah Keenam,
yaitu dengan mengungkit kembali bantuan Tsunami yang di berikan oleh pemerintah
Australia pada saat terjadi Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu. Pemerintah
Australia meminta, sebagai sahabat baik yang saling membantu. Sebaiknya
Indonesia dapat membalas kebaikan Australia di masa lalu dengan memberi
pengampunan terhadap dua anggota Bali Nine. Namun lagi-lagi, upaya Australia
ini justru mempermalukan Australia sendiri. Karena rakyat Indonesia menganggap
himbauan ini sebagai niat buruk Australia, dan kemudian munculah gerakan Koin
untuk Australaia sebagai Sarkasme atas tindakan Tony Aboott.
Langkah ketujuh Australia adalah
dengan mengirimkan Grand Mufti Sunni of Australia ke Indonesia. Australia menyadari bahwa salah satu alasan
Jokowi bersikeras untuk melaksanakan hukuman mati adalah karena adanya dukungan
dari Kyai NU dan Muhammadiyah. Sehingga Australia yang melihat kesempatan ini
menggunakan Ulama Islam sebagai pendekatan diplomasi untuk menawar eksekusi
mati terhadap Bali Nine. Tetapi upaya ini juga gagal, karena Grand Mufti
Australia hanya diberi kesempatan untuk bertemu dengan menteri agama yang tidak
memiliki kewenangan apapun terhadap keputusan eksekusi Bali Nine.
Langkah kedelapan yang ditempuh
Australia adalah dengan menawarkan Barter tahanan Indonesia di Australia yang
akan ditukar dengan dua anggota Bali Nine untuk tidak dieksekusi mati di
Indonesia. Tentu saja, hal ini ditolak oleh pemerintah Indonesia karena, tidak
sedang dalam perang. Sehingga tukar tahanan sangat tidak tepat. Langkah kesepuluh
yang dilakukan Australia adalah dengan memohon kepada Indonesia agar tidak
mengeksekusi mati duo Bali Nine. Dan sebagai kompensasinya, Australia kan
membiayai kebutuhan seumur hidup duo Bali Nine di Penjara. Dan Upaya terakhir
ini juga ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah Australia mengupayakan
pembebasan terhadap anggota duo Bali Nine dengan pendekatan diplomasi yang
bervariasi. Namun semua itu tidak dapat meluluhkan pemerintah Indonesia, yang
berasalan bahwa Kedaulatan hukum di Indonesia tidak dapat di intervensi oleh
negara lain. Dan sekarang dengan beberapa diplomasi tambahan seperti, akan
mengancam membeberkan rahasia Jokowi di Pilpres 2014. Nampaknya membuat
pemerintah Indonesia menunda eksekusi mati. Meskipun pemerintah membantah kabar
ini. Dan untuk kepastian waktu eksekusi mati menunggu gugatan terakhir kuasa
hukum Bali Nine terhadap Keputusan Jokowi yang menolak menerima Grasi tanpa
mempelajari isi Grasi terlebih dahulu.
0 komentar:
Posting Komentar