Bintar Mupiza
Hubungan Internasional - Universitas Islam Indonesia
Islam adalah agama yang memiliki
jumlah pemeluk terbesar kedua di dunia setelah Kristen. Dengan total perkiraan
pemeluknya sekitar 1,6 Milyar jiwa[1].
Konsekuensi dari jumlah penganut yang banyak adalah terdapat banyak
aliran-aliran. Seperti halnya dalam Kekristenan dengan berbagai aliran seperti
Mormonisme, Protestan, Katolik, Evangelis, Ortodoks, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam Islam sendiri dikenal dengan dua aliran besar yaitu Sunni dan
Syiah. Namun sebenarnya aliran dalam Islam tidak hanya terbatas terhadap dua
aliran tersebut. Melainkan ada sebuah mahzab yang umurnya sama dengan dua
mahzab besar diatas. Mahzab tersebut adalah Ibadi.
Ibadi adalah sebuah golongan dari
beberapa golongan Khawarij yang muncul di masa Khulafaur Rasyidin, yaitu pada
masa Usman Bin Affan. Pemikiran Ibadi sendiri diambil dari pemikiran seorang
tokoh yang bernama Jabir Bin Zaid[2].
Yang hidup pada zaman khalifah Usman Bin Affan. Pada masa itu, Jabir Bin Zaid
menolak pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan. Namun penolakan tersebut berbeda
dengan kelompok Khawarij lainya, yang menghalalkan darah Usman dan setiap
muslim yang memiliki pemikiran yang berbeda. Jabir Bin Zaid sendiri meskipun
menolak Usman tetapi menolak untuk melakukan pembunuhan terhadap Khalifah Usman
Bin Affan. Pada masa Umayyah, kelompok Ibadi di dukung oleh khalifah. karena
dianggap sebagai kelompok khawarij moderat yang pemikiranya dapat digunakan
untuk meng-counter pemikiran golongan khawarij garis keras.
Meskipun Ibadi didirikan dari
pemikiran Jabir Bin Zaid. Namun nama Ibadi sendiri berasal dari pemimpin Aliran
ini yang bernama Abdullah bin Ibad. Yang hidup pada masa Khalifah Abdul Malik
Bin Marwan, khalifah kelima Dinasti Umayyah. Pada masa ini, Mahzab Ibadi masih
dapat mengamalkan praktek keagamaannya karena Jabir Bin Zaid masih hidup. Namun
setelah Jabir Bin Zaid meninggal, tidak ada tokoh ibadi yang dianggap pro
terhadap Dinasti Umayyah[3].
Sehingga aliran ini kemudian mendapatkan diskriminasi. Dan akibatnya aliran ini
meninggalkan Basrah menuju Oman, Hadramaut, Yaman, Zanzibar, Afrika Utara dan
Khurasan[4].
Dan di era modern, aliran ini akhirnya menjadi Mahzab resmi di Kesultanan Oman.
Dan menjadi salah satu aliran Islam yang dianut oleh sebagian masyarakat
Zanzibar dan Afrika Utara.
Penganut Ibadi menyebut diri mereka
sebagai ahl al-istiqama, atau orang-orang yang tetap berada di jalan
lurus. Penamaan ini muncul akibat dari terjadinya perjanjian damai antara
Khalifah Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyyah. Dan kemudian kelompok Khawarij
menyingkir dari konflik keduanya. Sehingga kelompok Khawarij mengklaim sebagai
kelompok satu-satunya yang lurus. Sementara pihak Ali dan Muawiyyah adalah
kelompok yang tersesat. Hal yang membedakan kelompok Ibadi dengan kelompok
Khawarij lainya seperti aliran Al-Muhakkimat[5]
adalah tentang status keislaman Ali dan Muawiyyah. Meskipun Ibadi menolak
keduanya. Namun masih memandang keduanya sebagai muslim. Jelas pendapat ini
bertentangan dengan aliran khawarij
seperti Al-Muhakkimat yang memvonis keduanya sebagai kafir. Selain itu hal yang
membedakan Ibadi dan kelompok khawarij lain adalah tentang perkara dosa besar
yang menyebabkan pelakunya dapat keluar dari Islam. Khawarij memandang bahwa
semua muslim yang melakukan dosa besar tanpa pertobatan maka sama kedudukanya
dengan menyekutukan Allah.dan tentu saja barangsiapa yang menyekutukan Allah,
maka dianggap sebagai kafir.
Berbeda
dengan kelompok Khawarij lainya. Ibadi memandang golongan manusia kedalam dua
golongan pertama, kuffur ni’ma dan kedua, kuffur syirk[6].
Pandangan pertama kaum Ibadi adalah kuffur ni’ma . yaitu golongan muslim
yang tidak mengikuti aliran Ibadi. Dianggap sebagai meningkari nikmat karena
menolak untuk menjadi seorang muslim Ibadi. Meskipun dianggap sebagai kuffr
ni’ma , Ibadi melarang pengikutnya untuk memerangi kaum non ibadi tersebut.
namun tidak juga menjadikan muslim non ibadi sebagai saudara seiman yang harus
di jaga tali persaudaraan nya dengan erat. Melainkan harus ada sanksi sosial
dari pengikut Ibadi terhadap muslim non Ibadi berupa pelarangan berteman dengan
muslim non ibadi. Hal ini dilakukan agar muslim ibadi tidak terkontaminasi
pemikiran muslim non ibadi.
Penolakan
Ibadi untuk mengkafirkan golongan muslim non ibadi ini dilandaskan kepada dua
hal. Yaitu pertama, kepercayaan aliran
Ibadi bahwa selama seseorang menyebut diri mereka sebagai “muslim” dan sholat
menghadap Ka’bah (ah-kiblat) maka masih dianggap sebagai muslim. Dan kedua,
meskipun muslim non ibadi dianggap kuffar, namun tidak menyekutukan
Allah. Melainkan mengingkari nikmat. Sehingga dengan dua alasan diatas membuat
aliran Ibadi tidak memandang muslim lainya sebagai kafir. Pandangan kedua kaum
Ibadi adalah kuffr syirik. Penyebutan ini merujuk kepada kaum non muslim
yang tidak beriman atas Islam, tidak berdoa menghadap kiblat dan tidak mengucap
syahadat. Dalam pandanganya terhadap orang-orang kuffr syirik tidak jauh
berbeda dengan pandangan Ibadi terhadap orang-orang kuffr ni’ma. Yaitu tidak
diperbolehkan menjadi teman dekatnya.
Meskipun
kaum Ibadi mengakui keimanan muslim non ibadi. Namun fiqh daripada Ibadi
meletakan golongan muslim non ibadi seperti halnya posisi non muslim. Seperti
halnya melarang pernikahan dengan muslim non ibadi, melarang memakan daging
hasil sembelihan muslim non ibadi, melarang memberikan Salam, melarang berdoa
di atas makam muslim non ibadi, melarang menerima kesaksian non ibadi[7].
Ibadi juga tidak mewajibkan sholat Jumat. Karena mereka percaya bahwa kewajiban
sholat Jumat hanya berlaku di kota-kota besar. Yang mana telah terjamin
nilai-nilai keadilan. Selain itu, tidak adanya Imam dari muslim Ibadi yang
memimpin sholat jumat juga menjadi alasan kenapa Ibadi tidak melakukan sholat
jumat. Karena mereka menganggap Imam yang menyampaikan khutbah di sholat jumat
sebagai muslim yang menjadi kaki tangan Tirani[8].
Dalam tata cara sholat, aliran Ibadi lebih menyerupai Syiah Imam 12 dan Sunni
Maliki yang mana tidak melipat tangan di dada. Dan dalam bacaan sholat mereka
tidak mengucap “amin” setelah surat al-Fatihah. Juga mereka tidak mengamalkan
doa qunut sebagaimana Sunni Hambali dan Hanafi.
Dalam
soalan sumber hukum, Ibadi memiliki perbedaan dengan Sunni pada umumnya.
Seperti yang diketahui bahwa dalam empat Mahzab Sunni sepakat bahwa ada empat
hukum Islam, yaitu al-Quran, Hadits Sunni, Ijmak ulama, Qiyas (analogi)[9].
Sementara aliran Ibadi hanya menggunakan tiga sumber hukum, yaitu al-Quran,
Hadits Ibadi dan ijmak ulama. Sementara melarang Qiyas (analogi) karena
dianggap bid’ah. Dalam Ijmak Ulama, aliran Ibadi berbeda dengan Sunni. Dalam
Sunni, pintu itjihad sudah ditutup. Sementara Ibadi lebih dekat ke syiah. Yaitu
pintu Itjihad masih dibuka selebar-lebarnya. Meskipun Ibadi hanya menggunakan
tiga sumber hukum. Namun dalam penerapanya aliran Ibadi mengambil sedikit pendapat
dari hadits mereka. Dan oleh sebab itulah aliran Ibadi di Oman dan berbagai
daerah lainya, tidak menerapkan hukuman rajam[10].
Karena menurut Ibadi, hukum tersebut tidak tercantum dalam al-Quran. Tentu saja
hal ini sangat berbeda dengan Sunni dan Syiah, yang mana kedua aliran ini
mengakui dan memberlakukan hukum rajam.
Dalam
hal Theologi, aliran ibadi banyak dipengaruhi oleh pemikiran Mutazilah[11],
yang berpendapat bahwa Allah tidak dapat dilihat di alam akhirat. Pendapat ini
berlawanan dengan Sunni yang menyatakan bahwa Allah akan dapat dilihat di
setelah kematian. Menyatakan bahwa al-Quran
adalah makhluk. Mengatakan bahwa apabila seseorang telah masuk neraka akan
selamanya kekal di dalam neraka tersebut. Meskipun pemikiran-pemikiran Ibadi
diadopsi dari pemikiran muktazilah. Namun ada satu hal yang membedakan Ibadi
dan muktazilah. Yaitu dalam kehendak Allah. Ibadi tidak berpendapat bahwa
manusia memiliki kehendak bebas yang tidak diatur oleh tuhan[12].
Sebaliknya, Ibadi berpendapat bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur semua
tindakan manusia pendapat ini selaras dengan pendapat Asyari[13].
Meskipun
mengikuti dalam bidang Theologi kaum Ibadi banyak mengikuti Muktazilah. Namun
kelompok Ibadi merupakan salah satu aliran Islam moderat. Hal tersebut
diakibatkan sikap kontemporer Ibadi dalam menyikapi permusuhan Sunni dan Syiah.
Ibadi mengambil sikap bahwa hanya Allah lah yang berhak menghakimi pihak mana
yang benar di hari penghakiman. Sehingga di Oman, sebagai sebuah negara Ibadi
memiliki lingkungan yang lebih tenang dari konflik sektarian Sunni dan Syiah.
Dan lebih menariknya lagi, di negeri ini Sunni dan Syiah sholat dalam satu
masjid[14].
Dan meski memiliki fiqh ibadah yang berbeda, tidak membuat saling bermusuhan
satu sama lain. Karena kembali lagi kepada pemikiran ibadi tadi bahwa hanya
Allah lah yang dapat menghakimi benar atau salah. Dan kemungkinan juga konsep kuffr
ni’ma dalam memperlakukan muslim non ibadi sudah tidak berlaku lagi.
Diakibatkan konsep baru kaum Ibadi tentang penghakiman.
Meskipun
Ibadi berasal dari golongan Khawarij di masa lampau. Namun Ibadi yang sekarang
merupakan proses evolusi panjang dari sebuah aliran Islam. Yang dalam
perkembanganya terpengaruh dengan paham-paham baru dan juga dinamika-dinamika
baru. Yang kemudian menjadikan Ibadi sendiri sebagai aliran Islam yang moderat.
Dan jauh dari kemunculan awal mereka yang menganggap aliran mereka paling
benar. Sebaliknya, sebagian Sunni dan Syiah yang dahulu dianggap pemikiranya
tidak se radikal Ibadi menjadi lebih radikal. Dan sikap yang merasa paling
benar ini menyebabkan permusuhan panjang bahkan mengakibatkan perang
berkepanjangan. Mungkin sikap Ibadi yang awalnya menolak dari permusuhan
keduanya masih cukup relevan dengan kondisi masa kini. Namun dengan syarat
yaitu menghilangkan konsep kuffur ni’ma.
[1] Pew Research Center. The
Future of the Global Muslim Population, [Online] Available from : http://www.pewforum.org/2011/01/27/the-future-of-the-global-muslim-population/
[ Acessed 21 October 2015] [ Uploaded 27 January 2011]
[2] Ayatullah Hasan Ansari. What
is the history of Ibadiyya and Where do the Ibadies Live, [Online]
Available from: http://www.erfan.ir/english/67190.html
[Acessed 20 Oktober 2015] [Uploaded 18 March 2014]
[3] Anonymous. The Ibadiyya/Ibadi Movement, [Online]
Available from : http://www.islamawareness.net/Deviant/Ibadis/ibadiyya.html
[Acessed 20 October 2015]
[4] Ahmed Souaiaiai. History of Ibadiyyah, [Online]
Available from : http://ibadism.ahmedsouaiaia.com/
[Acessed 20 October 2015]
[5] Anonymous. Khawarij dan sifat-sifatnya, [Online]
Available from : http://www.dakwatuna.com/2008/10/27/1295/khawarij-dan-sifat-sifatnya/#axzz3pC61HngD
[ Acessed 21 october 2015] [27 october 2008]
[6] Valerie J. Hoffman. Ibadi Islam : An Introduction,
[Online] Available from : http://islam.uga.edu/ibadis.html
[ Acessed 21 October ]
[7] Ibid
[8] Anonymous, The Sunnah : Practice and Law [sharia]. [Online]
Available from : http://islam.uga.edu/shariah.html
[Acessed 21 October 2015]
[9] Anonymous, Ahlul Sunnah Wal Jamaah. [Online] Available
from : http://www.alkhoirot.net/2012/06/ahlussunnah-wal-jamaah.html
[Acessed 21 october 2015]
[10] Anonymous. The Ibadiyya/Ibadi Movement, [Online]
Available from : http://www.islamawareness.net/Deviant/Ibadis/ibadiyya.html
[Acessed 21 October 2015]
[11] Adil Salahi, Pioneer of Islamic Scholarship. [Book] P
147
[12] Ibid 147
[13] Valerie J. Hoffman. Ibadi Islam : An Introduction,
[Online] Available from : http://islam.uga.edu/ibadis.html
[ Acessed 21 October ]
[14] Youtube, Religion Tolerance in Oman, [Video] Available
from : https://www.youtube.com/watch?v=d5y85yWB6Kc
[ Acessed 21 October 2015]