Selasa, 07 April 2015

Diplomasi Pro Rakyat Joko Widodo : “ Pentingnya Investor Asing Untuk Pembangunan Poros Maritim Indonesia”

Oleh : Bintar Mupiza

Indonesia adalah negara dengan tingkat perekonomian teratas di dunia dengan total pengeluaran global yang mencapai 2,3% mengungguli negara-negara lainya seperti Spanyol, Korsel dan Kanada berdasarkan laporan International Comparison Program (ICP) 2011[1], dengan demikian Indonesia adalah negara yang sangat diperhitungkan dalam perekonomian dunia, namun perkembangan ekonomi yang telah dicapai Indonesia dianggap oleh beberapa kalangan tidak dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia , tolak ukur dari gagalnya tingkat perekonomian Indonesia adalah terdapat banyak jumlah penduduk yang hidup di garis kemiskinan[2].
Kemiskinan merupakan masalah yang tidak pernah dituntaskan dari waktu ke waktu bahkan sejak reformasi, setiap pergantian kepemimpinan nasional, isu pengentasan kemiskinan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat menjadi agenda pertarungan kepentingan partai politik, terutama menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, meskipun Indonesia memiliki perekonomian yang besar yang didapatkan dari kebijakan luar ngeri berorientasi bisnis dan hubungan dagang antar negara tetapi pencapaian tersebut tidak memberikan dampak terhadap penuntasaan kemiskinan karena dalam menentukan kebijakan luar negeri, pemerintah kerap tidak melihat fakta nyata di tengah masyarakat Indonesia dan akhirnya kebijakan luar negeri tersebut merugikan masyarakat dan dampak yang didapatkan tidak lain adalah angka kemiskinan semakin meningkat.  Contoh kebijakan luar negeri yang tidak pro rakyat adalah ACFTA (ASEAN-CHINA Free Trade Area) dimana Tiongkok dan negara – negara di ASEAN menjalin perdaganan bebas termasuk Indonesia, tetapi apakah masyarakat Indonesia sudah memiliki daya saing untuk melakukan perdagangan dengan Tiongkok mengingat bahwa posisi Indonesia dalam indeks daya saing dunia masih di bawah Malaysia dan Thailand di tahun 2014 [3], jika dibandingkan dengan kedua negara diatas Indonesia masih jauh tertingal, lalu bagaimana dengan kebijakan perdagangan bebas ASEAN - Tiongkok yang mana Indonesia dihadapkan dengan raksasa ekonomi dunia kedua yaitu Republik Rakyat Tiongkok tentu saja hal ini merupakan kebijakan luar negeri pemerintah yang tidak pro rakyat dan hanya mementingkan pihak tertentu yang memiliki modal.
                  Kebijakan luar negeri yang dianggap tidak menguntungkan bagi rakyat tersebut membuat Presiden Joko Widodo berjanji akan membuat kebijakan luar negeri yang pro rakyat dan dalam pelaksanaan politik luar negerinya, kebijakan luar negeri Indonesia tidak boleh berjarak dengan kepentingan rakyat[4], dan salah satu kebijakan luar negeri Indonesia yang ingin dilaksanakan oleh Joko Widodo adalah rencana tentang poros maritim Indonesia yaitu membangun maritim Indonesia untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan dengan cara mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama dan akan menggunakan kekayaan maritim yang akan digunakan sebesar–sebesarnya untuk kepentingan rakyat[5], tentu saja rencana presiden Joko Widodo tentang poros maritim Indonesia membutuhkan banyak dana, diperkirakan akan menelan dana yang besar untuk membangun sejumlah jalan sebesar 107,016 miliar dollar AS, rel kereta 23,352 miliar dollar AS, transportasi perkotaan sebesar 13,944 miliar dollar AS, transportasi laut 47,292 miliar dollar AS, dan feri-ASDP 7,644 miliar dollar AS selain itu, kebutuhan investasi tersebut juga diperlukan untuk pembangunan infrastrukur penerbangan sebesar 15,288 miliar dollar AS, listrik sebesar 9,720 miliar dollar AS, gas dan energi sebesar 44,940 dollar AS, sumber daya air 91,644 miliar dollar AS, sarana air bersih dan sampah 55,944 miliar dollar AS, perumahan 32, 256 miliar dollar AS dan IT 20,323 miliar dollar AS[6].semua dana tersebut diperlukan untuk membangun infrastruktur penunjang dalam menjalankan poros maritim Indonesia, oleh karena itu,  Joko Widodo sebagai kepala negara berusaha menarik investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, pada tanggal 10 november 2014 di pertemuan APEC CEO Summit 2014 di China National Convention Center,Beijing, Joko Widodo berbicara dihadapan para pebisnis asing dan menawarkan peluang investasi kepada Investor asing untuk mendapatkan keuntungan yang besar di Indonesia[7], Joko Widodo juga menyampaikan rencananya itu juga di KTT ASEAN ke 25 di Myanmar serta akan kembali menawarkan peluang investasi asing pada pertemuan G-20 di Bribane, Australia[8].
                                                Keputusan Joko Widodo tersebut dianggap beberapa kalangan sebagai tindakan yang menyerahkan pembuluh darah Indonesia ke tangan asing karena dengan begitu maka asing akan mudah menguasai perdagangan Indonesia serta dapat mengontrol perekonomian Indonesia [9]. Tentu saja permasalahan ini sangat dilematis mengingat jika menunggu investor domestik maka tidak akan ada yang akan menanamkan modalnya serta, selama ini investor domestik di Indonesia enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti pembagunan sarana-sarana vital[10], maka hadirnya investor asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran investor asing.
                  Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat akan menjadi lebih terampil, sehingga dapat meningkatkan marginal produktifitasnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja dan pendapatan nasional. dengan demikian, kehadiran Investor asing di Indonesia sangat diperlukan yaitu untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan,pelabuhan udara dan objek vital lainya berbeda dengan investasi di bidang lainya seperti perkebunan yang keuntunganya hanya dirasakan oleh investor tetapi juga dirasakan masyarakat karena akan dengan adanya pelabuhan-pelabuhan dan objek transportasi lainya akan berdampak terhadap pemerataan pembangunan nasional[11], dengan begitu alasan Joko Widodo mengundang Investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia sangat beralasan yaitu demi pemerataan pembangunan dan optimalisasi potensi kelautan yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, selain itu kebijakan tersebut juga berfungsi sebagai soft diplomacy antara Indonesia dan negara-negara di dunia yang secara tidak langsung diwakilkan oleh para investor dari negara asing yang mewakili negara masing-masing.




[1] World Bank Menyatakan Bahwa Indonesia Masuk ke Dalam Jajaran 10 Negara Dengan Ekonomi Terbesar di Dunia,  Posted 6 May 2014, viewed 14 November 2014. “ http://startupbisnis.com/ekonomi-indonesia-world-bank-menyatakan-bahwa-indonesia-masuk-ke-dalam-jajaran-10-negara-dengan-ekonomi-terbesar-di-dunia/
[2] Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat : Sebuah Ketidakberdayaan Para Pihak Melawan Konstruksi NeoLiberalisme, Posted 15 July 2009, Viewed 14 November 2014, “ http://pspk.ugm.ac.id/artikel-terbaru/61-pembangunan-dan-kesejahteraan-masyarakat-sebuah-ketidakberdayaan-para-pihak-melawan-konstruksi-neoliberalisme.html
[3] Peringkat 34 dari 144 Negara, Indeks Daya Saing Indonesia Kembali Meningkat, Posted 18 September 2014, Viewed  14 November 2014, “ http://www.kemenkeu.go.id/Berita/peringkat-34-dari-144-negara-indeks-daya-saing-indonesia-kembali-meningkat
[4] “Ranny Virginia Utami”, “ Menlu Baru Indonesia Terapkan Diplomasi Pro Rakyat”, Posted 29 August 2014, Viewed 14 November 2014, “ http://www.cnnindonesia.com/internasional/20141029153858-127-8734/menlu-baru-ri-terapkan-diplomasi-pro-rakyat/
[5] “Aries Setiawan”, “Pidato Lengkap Jokowi di KTT ASEAN Soal Poros Maritim”, Posted 14 November, Viewed 14 November 2014, “ http://dunia.news.viva.co.id/news/read/558043-pidato-lengkap-jokowi-di-ktt-asean-soal-poros-maritim
[6] “ Hilda B Alexander “, “Jokowi Prioritaskan Tol Laut, Bagaimana Nasib Infrastruktur Darat?”, Posted 31 October 2014, Viewed 14 November 2014, “http://properti.kompas.com/read/2014/10/31/070000221/Jokowi.Prioritaskan.Tol.Laut.Bagaimana.Nasib.Infrastruktur.Darat

[7] Jokowi Undang CEO Dunia Berinvestasi di 4 Sektor, Posted 10 November 2014, Viewed 14 November 2014, http://www.tempo.co/read/news/2014/11/10/078620808/Jokowi-Undang-CEO-Dunia-Berinvestasi-di-4-Sektor
[8] “ Rachmadin Ismail”, “ Ini Yang Akan Dibicarakan oleh Jokowi di KTT G20”,Posted 14 November 2014,Viewed 14 November 2014”,” https://finance.detik.com/read/2014/11/14/211333/2749040/4/ini-yang-akan-dibicarakan-oleh-jokowi-di-ktt-g20 “.
[9] Ajak Asing Investasi,Jokowi Serahkan Pembuluh Darah Indonesia,Posted 12 November,Viewed 14 November 2014, “ http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/12/newigi-ajak-asing-investasi-jokowi-serahkan-pembuluh-darah-indonesia”.
[10] Denicha Alviana,R 2014, “Pengaruh,Dampak,Serta Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Terhadap Perkembangan Ekonomi Di Indonesia”, Downloaded and Viewed on 14 November 2014, pp 11, “ http://denichaalviana.wordpress.com/2014/04/18/pengaruh-dampak-serta-faktor-yang-mempengaruhi-penanaman-modal-asing-terhadap-perkembangan-ekonomi-di-indonesia/”.
[11]  Denicha Alviana, R 2014, “Pengaruh,Dampak,Serta Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Terhadap Perkembangan Ekonomi Di Indonesia”,Downloaded and Viewed on 14 November 2014, “ http://denichaalviana.wordpress.com/2014/04/18/pengaruh-dampak-serta-faktor-yang-mempengaruhi-penanaman-modal-asing-terhadap-perkembangan-ekonomi-di-indonesia/”.

Diplomasi Australia dalam upaya membebaskan Duo Bali Nine dari Hukuman Mati di Indonesia


Oleh : Bintar Mupiza

Hubungan antara Australia dan Indonesia akhir-akhir ini mulai tidak stabil. Hal itu dikarenakan sikap Indonesia yang menolak untuk memberi pengampunan terhadap dua warga negara Australia yang terancam hukuman mati di Indonesia. Dua warga negara Australia tersebut adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Mereka berdua merupakan anggota jaringan Bali Nine, sebuah kelompok kriminal yang berusaha menyelundupkan Narkoba dari Indonesia menuju Australia. 

            Jaringan Bali Nine ditangkap pada 17 April 2005 di Provinsi Bali. Kemudian Pada 13 Februari 2006, Pengadilan Negeri Denpasar Bali memvonis keduanya dengan hukuman mati. Namun tidak serta merta kedua anggota Bali Nine menerima putusan hakim Pengadilan Negeri Denpasar Bali. Pada tanggal 26 April 2006, keduanya mengajukan banding Mahkamah Agung tetapi vonis yang dijatuhkan masih sama dengan keputusan sebelumnya.

Segala cara hukum sudah ditempuh oleh pihak kuasa hukum duo Bali Nine untuk mengagalkan vonis pengadilan, dengan upaya terakhir yaitu mengajukan grasi ke Presiden Jokowi. Namun lagi-lagi upaya ini tidak membuahkan hasil bagi pembebasan keduanya dari hukuman mati.  Langkah selanjutnya yang ditempuh untuk membebaskan dua anggota Bali Nine ini ialah dengan diplomasi antara dua negara, yaitu antar negara asal Bali Nine Australia dan negara dimana Dua Bali Nine akan dieksekusi, Indonesia. 

Pemerintah Australia dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Tony Abott melakukan berbagai cara untuk berdiplomasi dengan Indonesia guna membebaskan Dua anggota Bali Nine. Langkah pertama yang dilakukan Australia adalah pendekatan antar kepala negara. Dalam upaya pembebasan dua warga negaranya, Perdana Menteri Tony Abott menelpon secara langsung kepada Presiden Jokowi untuk meminta agar Indonesia mengampuni dua warga negaranya. Hal itu diikuti oleh Menlu Australia, Julia Bishop yang juga menelpon menteri luar negeri Indonesia, Retno Marsudi. Namun upaya ini gagal karena Jokowi secara tegas menolak pengampunan terhadap keduanya.

            Langkah kedua, Australia mengancam akan memboikot salah satu tempat wisata terindah di Indonesia yaitu Bali. Bahkan pemerintah Australia sudah menkampanyekan boikot terhadap Bali di Media Sosial Twitter jika Indonesia tidak mengampuni kedua terpidana. Tetapi hal ini tidak berhasil, karena mayoritas rakyat Australia tidak ingin bergabung dalam  boikot terhadap Bali. Setelah gagal menggunakan jurus Boikot Bali. 

            Kemudian pemerintah Austarlia menggunakan Langkah ketiga yaitu Meminta bantuan kepada PBB untuk menyerukan supaya pemerintah Indonesia menghentikan hukuman mati dan memberikan pengampunan dan hal ini disampaikan Sekjen PBB, Ban Ki-moon , dimana dia menghimbau agar pemerintah Indonesia menghentikan pelaksanaan hukuman mati. Namun Indonesia membalas himbauan Sekjen PBB ini bahwa Indonesia tidak akan menghentikan hukuman mati. Karena hal tersebut merupakan wilayah kedaulatan hukum di Indonesia, dan Indonesia juga berasalan bahwa hukuman mati masih diterapkan beberapa negara di dunia termasuk Amerika Serikat. Dengan alasan ini, Indonesia bersikeras bahwa tetap akan melaksanakan hukuman mati.

            Setelah langkah Australia yang mengancam tidak dapat meluluhkan hukum di Indonesia, Pemerintah Australia menggunakan Langkah Keenam, yaitu dengan mengungkit kembali bantuan Tsunami yang di berikan oleh pemerintah Australia pada saat terjadi Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu. Pemerintah Australia meminta, sebagai sahabat baik yang saling membantu. Sebaiknya Indonesia dapat membalas kebaikan Australia di masa lalu dengan memberi pengampunan terhadap dua anggota Bali Nine. Namun lagi-lagi, upaya Australia ini justru mempermalukan Australia sendiri. Karena rakyat Indonesia menganggap himbauan ini sebagai niat buruk Australia, dan kemudian munculah gerakan Koin untuk Australaia sebagai Sarkasme atas tindakan Tony Aboott.

            Langkah ketujuh Australia adalah dengan mengirimkan Grand Mufti Sunni of Australia ke Indonesia.  Australia menyadari bahwa salah satu alasan Jokowi bersikeras untuk melaksanakan hukuman mati adalah karena adanya dukungan dari Kyai NU dan Muhammadiyah. Sehingga Australia yang melihat kesempatan ini menggunakan Ulama Islam sebagai pendekatan diplomasi untuk menawar eksekusi mati terhadap Bali Nine. Tetapi upaya ini juga gagal, karena Grand Mufti Australia hanya diberi kesempatan untuk bertemu dengan menteri agama yang tidak memiliki kewenangan apapun terhadap keputusan eksekusi Bali Nine.

            Langkah kedelapan yang ditempuh Australia adalah dengan menawarkan Barter tahanan Indonesia di Australia yang akan ditukar dengan dua anggota Bali Nine untuk tidak dieksekusi mati di Indonesia. Tentu saja, hal ini ditolak oleh pemerintah Indonesia karena, tidak sedang dalam perang. Sehingga tukar tahanan sangat tidak tepat. Langkah kesepuluh yang dilakukan Australia adalah dengan memohon kepada Indonesia agar tidak mengeksekusi mati duo Bali Nine. Dan sebagai kompensasinya, Australia kan membiayai kebutuhan seumur hidup duo Bali Nine di Penjara. Dan Upaya terakhir ini juga ditolak oleh pemerintah Indonesia.

            Pemerintah Australia mengupayakan pembebasan terhadap anggota duo Bali Nine dengan pendekatan diplomasi yang bervariasi. Namun semua itu tidak dapat meluluhkan pemerintah Indonesia, yang berasalan bahwa Kedaulatan hukum di Indonesia tidak dapat di intervensi oleh negara lain. Dan sekarang dengan beberapa diplomasi tambahan seperti, akan mengancam membeberkan rahasia Jokowi di Pilpres 2014. Nampaknya membuat pemerintah Indonesia menunda eksekusi mati. Meskipun pemerintah membantah kabar ini. Dan untuk kepastian waktu eksekusi mati menunggu gugatan terakhir kuasa hukum Bali Nine terhadap Keputusan Jokowi yang menolak menerima Grasi tanpa mempelajari isi Grasi terlebih dahulu.